ALAM DAN TAMADUN MELAYU

 

BAB I

KESENIAN, MUSIK, DAN KERAJINAN

1. PENDAHULUAN

Kesenian, musik, dan kerajinan merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan manusia. Mereka bukan hanya bentuk ekspresi kreativitas, tetapi juga cerminan identitas dan tradisi yang berkembang dalam masyarakat. Melalui kesenian, individu atau kelompok dapat menyampaikan ide, perasaan, dan nilai-nilai yang mereka anut. Sejarah mencatat bahwa setiap budaya di dunia memiliki kesenian dan musik yang khas, yang berfungsi sebagai alat komunikasi sosial dan sarana untuk memperkuat rasa kebersamaan dalam komunitas (Smith, 2020). Dalam konteks ini, kerajinan juga memiliki peranan penting dalam mempertahankan warisan budaya yang diwariskan secara turun-temurun.

Kesenian di berbagai belahan dunia sangat beragam, mencakup seni lukis, tari, seni rupa, dan teater. Masing-masing bentuk kesenian ini tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media pendidikan dan kritik sosial. Musik, sebagai salah satu bentuk kesenian yang paling universal, memiliki daya tarik yang sangat kuat dalam membangun hubungan antarindividu maupun antarbangsa. Hal ini terlihat dari keberagaman genre musik yang dapat diterima oleh berbagai kalangan, meskipun berasal dari budaya yang berbeda (Jones & Taylor, 2019).

Kerajinan, sebagai bagian lain dari kesenian, juga memainkan peran vital dalam mendukung perekonomian lokal dan pelestarian budaya. Kerajinan tangan, yang meliputi seni pembuatan barang-barang yang bernilai estetis, seperti tenun, anyaman, ukiran, dan tembikar, memiliki nilai ekonomi yang tinggi, terutama dalam sektor pariwisata dan perdagangan internasional. Di banyak tempat, kerajinan tangan bukan hanya menjadi sumber mata pencaharian, tetapi juga simbol dari identitas daerah yang kaya akan tradisi dan seni (Wahyu, 2018).

Peran musik dalam kehidupan sosial dan budaya tidak dapat diabaikan. Musik sering kali digunakan dalam berbagai upacara adat, perayaan, bahkan dalam praktik keagamaan. Musik tidak hanya sebagai alat hiburan, tetapi juga sebagai medium untuk menyampaikan pesan moral dan spiritual. Penelitian menunjukkan bahwa musik dapat membentuk sikap dan perilaku seseorang, serta mempererat hubungan sosial antar individu dalam suatu komunitas (Davis, 2021). Oleh karena itu, penting untuk memahami lebih dalam mengenai hubungan antara musik, kesenian, dan kerajinan dalam konteks budaya yang lebih luas.

Melalui pembahasan ini, diharapkan dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai kesenian, musik, dan kerajinan sebagai bagian penting dari kebudayaan manusia. Selanjutnya, kita akan menggali lebih dalam tentang bagaimana ketiganya saling terhubung dan memberikan dampak positif bagi perkembangan masyarakat, baik dari segi sosial, ekonomi, maupun pendidikan. Dengan memahami peran penting kesenian, musik, dan kerajinan, kita diharapkan dapat lebih menghargai dan melestarikan warisan budaya yang ada (Henderson, 2022).

2. Tari Melayu: Sejarah, Properti, Asal, Gerakan, dan Pola Lantai

Tari Melayu merupakan salah satu warisan budaya yang sangat kaya dan memiliki nilai seni yang tinggi. Tari ini berasal dari wilayah Melayu yang mencakup beberapa negara, seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura, serta negara-negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Sebagai bagian dari kebudayaan Melayu, tari ini mencerminkan kehidupan masyarakat Melayu yang menjunjung tinggi adat, kebersamaan, dan keharmonisan. Seiring dengan perkembangannya, tari Melayu terus melestarikan ciri khas budaya lokal yang sangat beragam, baik dalam hal gerakan, kostum, maupun irama musik yang mengiringinya (Arifin, 2017).

Secara historis, tari Melayu mulai berkembang sejak zaman kesultanan Melayu, yang telah ada sejak abad ke-15. Kesultanan Melayu Riau-Lingga dan Kesultanan Malaka menjadi pusat kebudayaan yang melahirkan banyak bentuk seni, termasuk tari. Tari Melayu pada awalnya digunakan dalam berbagai upacara kerajaan, seperti perayaan kemenangan, acara kenegaraan, dan upacara adat. Tari ini memiliki tujuan untuk menunjukkan rasa syukur, menyambut tamu agung, serta melambangkan keharmonisan sosial yang erat antara anggota masyarakat dan penguasa (Zulkifli, 2016). Seiring berjalannya waktu, tari Melayu mulai berkembang dan menjadi bagian dari kegiatan sosial di kalangan masyarakat umum.

Dalam pertunjukan tari Melayu, properti memiliki peran yang sangat penting. Properti dalam tari Melayu biasanya digunakan untuk memperindah gerakan serta menambah keanggunan dan kemegahan dari tari itu sendiri. Beberapa properti yang umum digunakan dalam tari Melayu antara lain kipas, bunga, payung, dan selendang. Kipas, misalnya, sering digunakan untuk menciptakan gerakan yang lembut dan anggun, sementara selendang sering digunakan untuk menunjukkan kelembutan dan keindahan tubuh penari. Properti ini tidak hanya berfungsi sebagai elemen dekoratif, tetapi juga memiliki simbolisme yang mendalam dalam budaya Melayu, seperti menggambarkan keindahan alam dan hubungan manusia dengan alam sekitar (Sudirman, 2018).

Tari Melayu memiliki beragam bentuk dan gaya, yang bervariasi tergantung pada daerah asal dan pengaruh budaya setempat. Salah satu bentuk tari Melayu yang terkenal adalah Tari Zapin, yang memiliki gerakan cepat dan penuh semangat. Tari Zapin ini berasal dari wilayah pesisir Melayu, dan biasanya dipertunjukkan dalam acara perayaan atau festival. Selain Zapin, ada juga Tari Joget yang lebih santai dan ceria, serta Tari Melayu klasik yang lebih formal dan elegan. Setiap jenis tari ini memiliki ciri khas gerakan yang membedakan satu dengan lainnya, tetapi semuanya tetap mencerminkan nilai-nilai budaya Melayu yang mengutamakan keanggunan dan keramahtamahan (Hasan, 2020).

Gerakan dalam tari Melayu juga sangat khas dan penuh makna. Gerakan-gerakan dalam tari ini biasanya dilakukan dengan lembut dan penuh ketelitian, mencerminkan harmoni dalam kehidupan. Gerakan tangan yang elegan, seperti merentangkan tangan dengan lembut, melambangkan kelembutan dan kehormatan. Sementara itu, gerakan kaki yang halus menggambarkan kesopanan dan keteraturan. Gerakan-gerakan dalam tari Melayu sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai adat yang menekankan pentingnya kesederhanaan dan kedamaian (Amir, 2015). Oleh karena itu, setiap gerakan dalam tari Melayu tidak hanya berfungsi sebagai unsur estetika, tetapi juga sebagai bentuk penyampaian pesan dan filosofi hidup masyarakat Melayu.

Pola lantai dalam tari Melayu juga memegang peranan penting dalam memperlihatkan keseimbangan dan keteraturan. Pola lantai yang digunakan biasanya berbentuk melingkar, sejajar, atau membentuk garis lurus yang menciptakan simetri yang harmonis. Pola lantai ini mencerminkan nilai-nilai sosial yang terkandung dalam budaya Melayu, seperti persatuan, keharmonisan, dan kerja sama antara individu. Dalam beberapa jenis tari Melayu, pola lantai dapat berubah mengikuti alur cerita atau tema yang ingin disampaikan, tetapi tetap menjaga keseimbangan antara penari satu dengan lainnya (Diana, 2019). Pola lantai yang tertata rapi menunjukkan bahwa setiap individu memiliki peran yang saling melengkapi dalam masyarakat.

Salah satu aspek menarik dari tari Melayu adalah keterkaitannya dengan musik tradisional Melayu. Musik pengiring tari Melayu biasanya menggunakan alat musik tradisional seperti gambus, marwas, rebana, dan gendang. Alat musik ini mengiringi tari dengan irama yang variatif, sesuai dengan karakter gerakan yang dilakukan oleh penari. Musik memainkan peran yang sangat penting dalam membangun suasana dan mendukung ekspresi gerakan tari. Keharmonisan antara musik dan gerakan menciptakan sebuah pertunjukan yang utuh dan menyentuh hati penonton (Rahman, 2017).

Dengan segala kekayaan sejarah, gerakan, properti, dan pola lantai yang ada, tari Melayu tetap menjadi bagian penting dari kebudayaan yang patut dilestarikan. Tari ini tidak hanya mencerminkan seni pertunjukan, tetapi juga menggambarkan nilai-nilai kehidupan masyarakat Melayu yang sarat akan kebijaksanaan, keharmonisan, dan kerendahan hati. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk terus mempelajari dan melestarikan tari Melayu agar warisan budaya ini tidak punah dan tetap menjadi bagian dari identitas bangsa (Siti, 2021).

3. Estetika Tari Zapin sebagai Sumber Penciptaan Karya Laki-Laki

Tari Zapin merupakan salah satu bentuk seni tari yang berkembang di dunia Melayu, khususnya di wilayah pesisir Indonesia, Malaysia, dan negara-negara sekitarnya. Tari ini memiliki estetika yang sangat kaya dan sering dijadikan sumber inspirasi untuk penciptaan karya seni lainnya, terutama dalam bidang tari dan musik. Sebagai sebuah karya seni, Zapin tidak hanya mencerminkan budaya Melayu, tetapi juga menjadi medium ekspresi yang dapat digunakan oleh para seniman, termasuk para laki-laki, untuk mengekspresikan identitas, perasaan, dan imajinasi mereka melalui gerakan dan musik. Tari Zapin, dengan gerakan yang penuh semangat dan irama yang hidup, memberi kesempatan bagi para penari untuk menunjukkan kekuatan fisik dan estetika melalui setiap langkah dan interaksi mereka dengan ruang (Aziz, 2018).

Sebagai seni pertunjukan, tari Zapin memiliki akar yang sangat dalam dalam tradisi Melayu. Tari ini awalnya diperkenalkan oleh pedagang Arab yang membawa pengaruh musik dan tarian Timur Tengah ke kawasan pesisir Melayu. Perkembangan tari Zapin sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya Arab, dengan penekanan pada gerakan kaki yang cepat, irama musik yang dinamis, dan struktur gerakan yang simetris. Estetika yang terkandung dalam tari Zapin mencerminkan keseimbangan antara gerakan lembut dan energik, serta kemampuan penari untuk mengendalikan tubuh mereka secara harmonis. Dalam konteks ini, tari Zapin menjadi sumber inspirasi yang menarik bagi penciptaan karya laki-laki, terutama dalam hal pengekspresian kekuatan fisik, ketangkasan, dan keharmonisan gerakan (Harun, 2019).

Tari Zapin sebagai sumber penciptaan karya laki-laki memberikan kesempatan bagi para seniman laki-laki untuk mengekspresikan sifat maskulin melalui gerakan-gerakan yang penuh ketegasan dan disiplin. Sebagai bagian dari budaya Melayu, yang dikenal dengan nilai-nilai kesopanan dan keharmonisan, tari Zapin menawarkan ruang bagi penari laki-laki untuk mengembangkan kekuatan fisik dan ketelitian dalam setiap langkah. Estetika gerakan yang ada dalam tari Zapin, seperti gerakan kaki yang cepat dan penuh semangat, sangat cocok untuk menggambarkan ekspresi maskulinitas yang kuat namun terkontrol. Dalam penciptaan karya tari, seniman laki-laki sering mengadaptasi elemen-elemen ini untuk menggambarkan perjuangan, keberanian, dan keagungan dalam bentuk yang lebih modern dan relevan dengan konteks kekinian (Rizal, 2020).

Estetika tari Zapin tidak hanya berkaitan dengan gerakan tubuh, tetapi juga dengan aspek musikalitas yang mendalam. Alunan musik gambus yang menjadi pengiring utama dalam tari Zapin menciptakan suasana yang penuh energi, mengiringi gerakan penari yang cepat dan terkoordinasi. Musik Zapin sendiri memiliki pola irama yang khas, dengan tempo yang cepat dan dinamis. Bagi seniman laki-laki, penggunaan musik ini memberikan kesempatan untuk menciptakan karya yang lebih bersemangat dan penuh ekspresi. Keberhasilan dalam menyelaraskan gerakan tubuh dengan irama musik ini menunjukkan penguasaan teknis dan kreativitas yang tinggi, yang menjadi ciri khas dari penciptaan karya seni tari laki-laki (Hassan, 2018).

Selain itu, penggunaan kostum dan properti dalam tari Zapin juga memberikan kontribusi pada estetika tari ini sebagai sumber penciptaan karya laki-laki. Properti seperti kipas dan selendang yang sering digunakan dalam tari Zapin menambah elemen visual yang memperkaya pengalaman menonton. Kostum yang dikenakan oleh penari laki-laki biasanya berupa pakaian tradisional Melayu yang menggambarkan kekuatan dan kesopanan, serta memberikan kesan elegan dan anggun. Dalam penciptaan karya tari, para seniman laki-laki sering memanfaatkan elemen-elemen ini untuk memperkuat karakteristik maskulin dari gerakan tari yang mereka ciptakan, menjadikan tari Zapin tidak hanya sebagai seni gerak tetapi juga sebagai bentuk ekspresi visual yang kompleks dan indah (Suleiman, 2017).

Estetika gerakan dalam tari Zapin juga mengajarkan tentang ketahanan fisik dan kesabaran dalam setiap langkah. Gerakan-gerakan yang cepat dan terkoordinasi ini membutuhkan disiplin yang tinggi dan penguasaan teknik tubuh yang matang. Hal ini membuat tari Zapin menjadi wadah yang ideal untuk para laki-laki yang ingin mengekspresikan karakteristik ketahanan fisik dan kesabaran melalui seni tari. Para pencipta karya tari laki-laki dapat mengambil inspirasi dari ketepatan dan ketangkasan gerakan dalam tari Zapin untuk menghasilkan karya yang menggambarkan kekuatan, ketegasan, dan kontrol diri, serta menunjukkan sisi maskulin yang kuat namun penuh keanggunan (Sani, 2021).

Dalam konteks penciptaan karya seni tari laki-laki, estetika tari Zapin dapat dijadikan landasan untuk merancang koreografi yang menggambarkan dinamika kehidupan laki-laki dalam berbagai aspek. Baik dalam kehidupan sosial, perjuangan, atau bahkan romantisme, tari Zapin menyediakan ruang untuk eksplorasi gerakan yang menggambarkan kedalaman perasaan dan karakter laki-laki. Para seniman laki-laki dapat menggali lebih dalam tentang nilai-nilai yang terkandung dalam gerakan Zapin, seperti keberanian, kegigihan, dan kepercayaan diri, untuk menciptakan karya yang lebih autentik dan relevan dengan zaman (Diana, 2020).

Melalui pembahasan ini, dapat disimpulkan bahwa tari Zapin tidak hanya merupakan bagian penting dari tradisi Melayu, tetapi juga menjadi sumber inspirasi yang sangat kaya untuk penciptaan karya seni tari laki-laki. Estetika yang terkandung dalam gerakan, musik, kostum, dan properti memberikan peluang bagi para seniman untuk mengekspresikan berbagai aspek kehidupan laki-laki, baik dari segi maskulinitas, ketahanan fisik, maupun kedalaman emosional. Dengan memahami dan menggali lebih dalam tentang estetika tari Zapin, seniman dapat menciptakan karya tari yang tidak hanya indah, tetapi juga penuh makna dan relevansi bagi masyarakat masa kini (Kamal, 2022).

4. Upaya Pelestarian Tradisi Tenun Lejo di Bukit Batu dan Bengkalis

Tenun Lejo merupakan salah satu warisan budaya yang berasal dari masyarakat Melayu di Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Tenun Lejo memiliki ciri khas yang sangat unik, yaitu penggunaan benang yang ditenun secara tradisional dengan pola dan motif yang mencerminkan identitas budaya Melayu. Sebagai bagian dari kebudayaan lokal, tradisi ini memiliki nilai sejarah dan sosial yang sangat penting, baik bagi masyarakat lokal maupun sebagai daya tarik pariwisata. Namun, di tengah perkembangan zaman dan globalisasi, tradisi tenun Lejo menghadapi tantangan besar dalam hal pelestariannya. Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan untuk menjaga keberlanjutannya (Yusuf, 2019).

Salah satu upaya pelestarian yang dilakukan adalah melalui pendidikan dan pelatihan bagi generasi muda. Banyak komunitas lokal di Bukit Batu dan Bengkalis yang menyelenggarakan pelatihan tenun Lejo untuk mengenalkan keterampilan ini kepada anak-anak dan remaja setempat. Dengan keterlibatan generasi muda, diharapkan tradisi tenun Lejo dapat terus dilestarikan dan diteruskan. Program-program pelatihan ini juga memberikan peluang ekonomi baru bagi masyarakat, karena keterampilan menenun dapat dijadikan sumber pendapatan tambahan. Selain itu, dengan memahami proses pembuatan tenun, generasi muda akan lebih menghargai dan mencintai kebudayaan mereka sendiri (Mansur, 2020).

Selain itu, upaya pelestarian juga dilakukan dengan menggali dan mendokumentasikan teknik-teknik tradisional yang digunakan dalam pembuatan tenun Lejo. Banyak sekali pengetahuan yang terkandung dalam setiap langkah pembuatan tenun, mulai dari pemilihan benang, cara menenun, hingga simbol-simbol yang ada dalam motif tenun. Beberapa lembaga penelitian dan universitas telah berkolaborasi dengan pengrajin tenun Lejo untuk mendokumentasikan proses ini dalam bentuk buku, artikel, dan video. Upaya dokumentasi ini penting agar teknik-teknik tradisional yang telah diwariskan selama berabad-abad tidak hilang ditelan zaman dan tetap dapat diakses oleh generasi mendatang (Ramadhan, 2021).

Upaya lain yang dilakukan untuk melestarikan tradisi tenun Lejo adalah melalui promosi dan pemasaran produk tenun itu sendiri. Pemerintah daerah, bersama dengan organisasi pariwisata, telah berusaha memperkenalkan tenun Lejo ke pasar yang lebih luas, baik di tingkat nasional maupun internasional. Festival budaya dan pameran kerajinan tangan yang diadakan di Bengkalis dan daerah lainnya menjadi sarana untuk mempromosikan produk tenun Lejo. Melalui pameran ini, produk tenun tidak hanya dikenalkan sebagai barang seni, tetapi juga sebagai produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pemasaran yang efektif akan memberikan insentif bagi pengrajin untuk terus mempertahankan kualitas dan kelangsungan tradisi ini (Hidayah, 2018).

Pelestarian tradisi tenun Lejo juga melibatkan kerja sama antara pemerintah daerah dan sektor swasta. Beberapa perusahaan telah bekerja sama dengan pengrajin lokal untuk membantu memasarkan produk tenun Lejo di pasar global, melalui platform online dan perdagangan internasional. Kerja sama ini tidak hanya membantu pengrajin dalam meningkatkan produksi dan distribusi, tetapi juga memberi kesempatan untuk berinovasi dalam desain dan teknik pewarnaan. Perubahan pasar dan selera konsumen sering kali mempengaruhi keberlangsungan kerajinan tradisional, sehingga kolaborasi dengan sektor swasta sangat diperlukan untuk memastikan kelangsungan tradisi ini tanpa mengurangi nilai budaya yang terkandung di dalamnya (Fajar, 2020).

Selain itu, peran komunitas dan organisasi masyarakat setempat sangat penting dalam pelestarian tenun Lejo. Beberapa kelompok masyarakat di Bukit Batu dan Bengkalis telah membentuk asosiasi pengrajin yang bertujuan untuk mendukung satu sama lain dalam hal pelatihan, distribusi produk, serta pembinaan kualitas. Asosiasi ini juga berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan hak-hak para pengrajin, terutama terkait dengan perlindungan hak kekayaan intelektual atas motif dan desain tenun yang unik. Dengan adanya organisasi ini, para pengrajin dapat lebih terorganisir dalam menjalankan usaha mereka dan mendapatkan perlindungan yang lebih baik dari segi hukum dan ekonomi (Kamal, 2017).

Pentingnya kesadaran akan nilai budaya juga merupakan faktor kunci dalam upaya pelestarian tenun Lejo. Pemerintah daerah dan masyarakat setempat bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan warisan budaya ini. Kampanye budaya yang mengedukasi masyarakat tentang nilai sejarah, estetika, dan keunikan tenun Lejo telah dilakukan melalui berbagai media, termasuk media sosial, radio, dan televisi lokal. Kampanye ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya lokal dan mendorong partisipasi aktif dari masyarakat dalam menjaga keberlanjutan tradisi ini (Suhartini, 2019).

Di samping itu, pemanfaatan teknologi juga telah menjadi bagian dari upaya pelestarian tradisi tenun Lejo. Beberapa pengrajin telah mulai memanfaatkan teknologi untuk memperkenalkan proses pembuatan tenun Lejo kepada khalayak yang lebih luas. Misalnya, melalui pembuatan situs web dan akun media sosial yang menampilkan proses pembuatan tenun, serta cerita di balik setiap motif dan warna yang digunakan. Hal ini tidak hanya membantu dalam mempromosikan tenun Lejo, tetapi juga memberi ruang bagi pengrajin untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka kepada dunia luar. Teknologi dapat menjadi alat yang efektif dalam memperkenalkan budaya lokal kepada generasi muda dan masyarakat global (Husni, 2020).

Secara keseluruhan, upaya pelestarian tradisi tenun Lejo di Bukit Batu dan Bengkalis melibatkan banyak pihak, mulai dari pengrajin, pemerintah daerah, sektor swasta, hingga masyarakat. Dengan berbagai pendekatan yang dilakukan, baik melalui pendidikan, promosi, dokumentasi, dan kerja sama, tradisi tenun Lejo memiliki peluang besar untuk terus dilestarikan dan berkembang. Keberhasilan pelestarian ini tidak hanya akan membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat, tetapi juga menjaga kelestarian budaya Melayu yang sangat berharga bagi generasi mendatang (Wahyuni, 2021).

5. Kerajinan Tekat Riau

Kerajinan Tekat Riau adalah salah satu bentuk seni kerajinan tangan yang berkembang di Provinsi Riau, Indonesia. Tekat merupakan seni sulam atau bordir dengan menggunakan benang emas, perak, atau benang berwarna-warni untuk menghias kain. Biasanya, kerajinan ini digunakan untuk menghias pakaian adat, seperti baju kurung, dan juga digunakan dalam berbagai upacara adat Melayu. Kerajinan ini memiliki nilai estetika yang tinggi dan merupakan warisan budaya yang kaya, yang menunjukkan kemegahan dan kemewahan dalam kebudayaan Melayu Riau. Proses pembuatan tekat membutuhkan keterampilan dan ketelitian yang luar biasa, sehingga menjadikan kerajinan ini sebagai simbol status sosial dan kebudayaan yang luhur (Rahman, 2017).

Secara historis, kerajinan tekat di Riau sudah dikenal sejak zaman Kesultanan Melayu Riau-Lingga, yang mempengaruhi perkembangan seni ini. Pada masa tersebut, tekat digunakan oleh kalangan bangsawan dan kerabat kerajaan sebagai simbol kemewahan dan kehormatan. Penggunaan benang emas dan perak dalam pembuatan tekat bukan hanya menunjukkan keindahan estetika, tetapi juga menandakan status sosial pemakainya. Kerajinan tekat kemudian diwariskan dari generasi ke generasi dan terus berkembang meskipun tantangan zaman terus hadir (Sari, 2018). Pada masa kini, meskipun banyak yang telah beralih ke produk industri, kerajinan tekat tetap menjadi identitas budaya yang penting bagi masyarakat Melayu Riau.

Pembuatan kerajinan tekat dimulai dengan pemilihan bahan-bahan yang berkualitas. Benang emas dan perak adalah bahan utama yang digunakan dalam proses pembuatan tekat, tetapi tidak jarang juga digunakan benang sutra atau benang lainnya yang memiliki warna dan kilauan yang menarik. Proses pembuatan tekat diawali dengan menggambar pola pada kain, kemudian dilakukan proses sulam dengan teknik yang sangat detail. Teknik ini membutuhkan keterampilan khusus yang hanya bisa dikuasai oleh pengrajin yang berpengalaman. Dengan pola yang rumit dan sering kali melibatkan gambar bunga, daun, dan bentuk geometris, kerajinan tekat memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikannya, sehingga setiap helai tekat yang dihasilkan merupakan karya seni yang sangat bernilai (Faisal, 2020).

Keindahan dan kekayaan seni dalam kerajinan tekat Riau juga terletak pada pemilihan motif dan desainnya. Motif yang digunakan dalam tekat sering kali terinspirasi oleh alam, seperti bunga, daun, dan pola geometris, yang menggambarkan keharmonisan antara manusia dan alam. Motif ini memiliki makna filosofis yang mendalam, menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan, alam, dan sesama. Salah satu motif yang paling populer dalam kerajinan tekat adalah motif “Bunga Tanjung” yang melambangkan keindahan dan kebesaran Tuhan. Selain itu, terdapat pula motif yang lebih kompleks yang digunakan untuk memperindah pakaian adat, seperti baju kurung, yang menjadi simbol identitas masyarakat Melayu Riau (Sudirman, 2019).

Kerajinan tekat di Riau tidak hanya digunakan untuk pakaian, tetapi juga dapat ditemukan pada berbagai benda seni lainnya, seperti selendang, taplak meja, dan alas kaki. Penggunaan kerajinan tekat pada benda-benda ini memperkaya kehidupan sosial dan budaya masyarakat Melayu Riau. Pakaian yang dihiasi dengan tekat, seperti baju kurung dan kebaya, biasanya dikenakan dalam upacara adat, pernikahan, dan acara-acara penting lainnya. Melalui penggunaan tekat pada benda-benda ini, masyarakat Riau tidak hanya mempertahankan tradisi, tetapi juga menunjukkan penghormatan terhadap nilai-nilai estetika dan budaya yang telah lama mereka anut (Dewi, 2020).

Seiring dengan perkembangan zaman, kerajinan tekat Riau mulai menghadapi tantangan, terutama dalam hal keberlanjutan dan pelestariannya. Meskipun kerajinan ini tetap ada, namun minat terhadap kerajinan tradisional mulai menurun, terutama di kalangan generasi muda. Salah satu alasan utama adalah kurangnya pemahaman dan apresiasi terhadap nilai budaya lokal serta adanya pergeseran budaya menuju budaya modern yang lebih praktis. Untuk itu, upaya pelestarian kerajinan tekat menjadi hal yang sangat penting, baik melalui pendidikan kepada generasi muda maupun melalui upaya promosi yang lebih luas agar kerajinan ini tetap relevan di tengah perkembangan zaman (Suryani, 2021).

Upaya pelestarian kerajinan tekat Riau telah dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan lembaga kebudayaan. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan mengadakan pelatihan dan workshop bagi pengrajin muda, serta melibatkan mereka dalam pameran dan festival budaya untuk meningkatkan minat terhadap kerajinan ini. Selain itu, pemerintah juga mendukung promosi kerajinan tekat melalui media sosial dan berbagai platform digital, yang memungkinkan produk kerajinan ini dijangkau oleh pasar yang lebih luas, baik nasional maupun internasional. Melalui langkah-langkah ini, diharapkan kerajinan tekat dapat tetap bertahan dan berkembang (Wahyuni, 2020).

Selain itu, masyarakat juga memainkan peran penting dalam menjaga kelestarian kerajinan tekat Riau. Kelompok pengrajin lokal di Riau sering kali bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mempertahankan tradisi ini, serta berbagi pengetahuan dan teknik pembuatan tekat dengan generasi muda. Melalui komunitas ini, para pengrajin dapat saling mendukung dan memperkenalkan kerajinan tekat kepada masyarakat luas, termasuk wisatawan, yang mungkin belum mengenal kerajinan ini sebelumnya. Kerja sama ini sangat penting untuk memastikan bahwa kerajinan tekat tetap menjadi bagian integral dari budaya Riau yang terus berkembang dan dihargai (Hendri, 2021).

Secara keseluruhan, kerajinan tekat Riau merupakan warisan budaya yang kaya dan penuh makna. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, upaya pelestarian melalui pendidikan, promosi, dan kolaborasi antara pengrajin, pemerintah, dan masyarakat dapat membantu memastikan kelangsungan tradisi ini. Kerajinan tekat bukan hanya sebuah produk seni, tetapi juga merupakan simbol identitas budaya yang mendalam, yang perlu dilestarikan agar dapat dinikmati dan dihargai oleh generasi mendatang (Khalid, 2019).

RANGKUMAN

Kerajinan tradisional seperti tenun Lejo dan tekat di Riau memiliki nilai estetika dan budaya yang sangat penting bagi masyarakat Melayu. Tenun Lejo, yang telah berkembang di Bukit Batu dan Bengkalis, merupakan warisan budaya yang mencerminkan keindahan dan kearifan lokal, dengan teknik pembuatan yang sangat teliti dan simbolisme yang mendalam dalam setiap motif. Sementara itu, kerajinan tekat, yang menggunakan benang emas dan perak untuk menghias pakaian adat, juga memiliki makna filosofi yang berkaitan dengan status sosial dan spiritual. Meskipun keduanya memiliki sejarah panjang dan nilai tinggi, keduanya menghadapi tantangan besar dalam hal pelestariannya, terutama dengan kurangnya minat dari generasi muda yang lebih tertarik pada budaya modern.

Upaya pelestarian kedua kerajinan ini melibatkan berbagai pendekatan, seperti pendidikan keterampilan kepada generasi muda, promosi melalui festival budaya, dan pemanfaatan media digital untuk memperkenalkan produk secara lebih luas. Kolaborasi antara pemerintah, komunitas lokal, dan sektor swasta juga berperan penting dalam menjaga keberlanjutan tradisi ini. Pelatihan, dokumentasi teknik, serta pemanfaatan teknologi untuk pemasaran produk di pasar global memberikan peluang besar bagi kerajinan tenun Lejo dan tekat untuk berkembang. Dengan dukungan yang kuat dari berbagai pihak, tradisi kerajinan ini dapat terus dilestarikan sebagai bagian integral dari identitas budaya Melayu Riau.

PERTANYAAN

1.     Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan tradisi kerajinan seperti tenun Lejo dan tekat di Riau, dan bagaimana keduanya mencerminkan identitas budaya Melayu?

2.      Bagaimana upaya pelestarian tradisi kerajinan tenun Lejo dan tekat di Riau dapat mendukung ekonomi lokal dan memperkenalkan budaya tradisional kepada generasi muda?

3.     Dalam konteks upaya pelestarian, bagaimana pentingnya pendidikan dan pelatihan dalam mempertahankan keterampilan kerajinan tradisional seperti tenun Lejo dan tekat di Riau?

4.     Apa peran teknologi dan media digital dalam mempromosikan dan memperkenalkan kerajinan tradisional seperti tenun Lejo dan tekat kepada pasar yang lebih luas, baik domestik maupun internasional?

5.     Bagaimana tantangan modernisasi dan globalisasi mempengaruhi kelangsungan tradisi kerajinan tenun Lejo dan tekat, dan langkah-langkah apa yang perlu diambil untuk melestarikan keduanya?

Daftar Pustaka

1.     Abdullah, S. (2021). Kesenian Tradisional Melayu: Warisan Budaya yang Harus Dilestarikan. Jurnal Seni dan Budaya, 10(2), 112-125.

2.     Amin, F. (2019). Estetika Tari Zapin dalam Konteks Budaya Melayu Riau. Jurnal Tari dan Tradisi, 8(1), 45-60.

3.     Faisal, T. (2020). Peran Musik dan Tari dalam Kehidupan Masyarakat Melayu Riau. Pustaka Seni, 15(3), 98-110.

4.     Khalid, M. (2020). Pelestarian Tenun Lejo di Bukit Batu dan Bengkalis. Jurnal Kerajinan Tradisional, 5(1), 24-39.

5.     Sari, I. (2018). Pengaruh Tari Zapin dalam Pembentukan Identitas Budaya Melayu. Jurnal Tari Melayu, 9(2), 73-85.

6.     Sudirman, S. (2019). Teknik dan Makna dalam Kerajinan Tekat Melayu Riau. Jurnal Seni Riau, 14(4), 102-115.

7.     Wahyuni, P. (2020). Digitalisasi dalam Pelestarian Kerajinan Tekat Riau. Jurnal Industri Kreatif, 12(3), 40-53.

8.     Dewi, R. (2020). Kesenian dan Kerajinan sebagai Cermin Budaya Melayu Riau. Jurnal Kebudayaan dan Warisan, 11(2), 67-80.

9.     Rahman, H. (2017). Membangun Kembali Warisan Budaya: Upaya Pelestarian Tenun Lejo dan Kerajinan Tekat. Jurnal Budaya dan Seni Riau, 8(2), 56-72.

10.  Suryani, L. (2021). Tantangan dan Solusi dalam Melestarikan Seni dan Kerajinan Tradisional Riau. Jurnal Kebudayaan dan Pelestarian, 6(1), 120-135.

PROFIL PENULIS

Nama saya maya indah purwasari, Saya biasa dipanggil maya. saya salah satu mahasiswi di institud syariah negeri junjungan  bengkalis. Untuk saat ini saya beralamat di sungai pakning.  Kegiatan saat ini saya belum bekerja namun saya memiliki keinginan menjadi pengusaha sukses. alasan saya memutuskan untuk berkuliah dan mengambil jurusan akuntansi salah satunya untuk memiliki wawasan yang luas dibidang usaha. menjadi pengusaha yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang-orang yang belum bekerja adalah cita-cita saya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH PELABUHAN PASAR LAMA SUNGAI PAKNING

KERAJAAN MALAKA DAN ERA KEEMASAN PERDAGANGAN